Sekitar 40% penderita cedara multiple
akan mengalami cedera susunan syaraf pusat. Kelompok ini akan mengalami
angka kematian dua kali lebih tinggi (35% banding 17%) dibandingkan
dengan kelompok tanpa cedera SSP. Cedera kepala mencakup 25% dari
seluruh kematian akibat trauma dan meliputi setengah dari kematian
kecelakaan sepeda motor sebagai mana cedera lain, evaluasi dan
penataalaksanaan yang menyeluruh dan segera akan memberikan kemungkinan
sembuh yang lebih baik .Untuk melakukan penatalaksanaan cedera kepala
dengan efektif, perlu pemahaman anatomi dasar dan fisiologi yang baik
tentang kepala dan otak. Cedera kepala yang terjadi dapat berupa memar
jaringan otak yang diikuti dengan ‘swelling’ dan peningkatan tekanan
intra cranial, cedera terhadap pembuluh darah disertai pendarahan dan
peningkatan tekanan intra cranial atau cedera tembus yang merusak
jaringan otak. Harus selalau diingat bahwa pada cedera kepala berat
sebaiknya selalu diasumsikan juga disertai dengan cedara servikal dan
spinal cord.
Anatomi kepala
Kepala (tidak termasuk wajah dan struktur wajah) mencakup bagian :
Ö Scalp
Ö Tulang tenkorak
Ö Selaput yang membungkus otak (meningens)
Ö Jaringan otak
Ö Cairan serebrospinal
Ö Kompartemen vascular
Scalp memiliki vaskularisasi yang
kaya dan menyebabkan pendarahan yang banyak jika luka, karena banyak
pembuluh darah kecil terletak dalam matrik jaringan ikat elastis.
Vasospasme protektif normal yang
seharusnya terjadi untuk mengurangi pendarahan tidak berfungsi,
menyebabkan perdarahan yang terus berlanjut dan kehilangan darah yang
bermakna. Tengkorak kepala berfungsi sebagai kotak tertutup,
satu-satunya pintu keluar dimana tekanan dapat berlanjut adalah melalui
foramen magnum yang terletak pada dasar tengkorak dimana terdapat
peralihan antara batang otak dan spinal cord. Tengkorak yang kaku dan
sempit memberikan kontribusi dalam beberapa mekanisme cedera kepala.
Karena letak otak dalam kepala
sedemikian rupa sehingga gerakan lebih banyak pada puncak otak
disbanding dasar. Hal ini merupakan faktor penentu kerusakan yang
terjadi. Tulang temporal lebih tipis dan mudah mengalami fraktur.
Selaput yang membungkus keseluruhan otak, lapisan lebih tipis berupa pia
arachnoid yang terletak dibawah duramater dan merupakan tempat arteri
dan vena, lapisan yang paling tipis piamater yang terletak dibawah
arachnoid dan langsung melapisi permukaan otak. Cairan cerebrospinal
ditemukan dibawah lapisan piamater dan arachnoid.
Otak mengisi keseluruhan rongga
tengkorak, yang sesungguhnya tidak memiliki adaptasi terhadap bengkak
otak. Hal ini memiliki hal penting dalam patofisiologi cedera kepala.
Cairan serebrospinal (CSF) merupakan
cairan nutrisi yang menyeliputi otak dan spinal cord. Cairan ini secara
terus menerus diproduksi dalam ventrikel otak dengan kecepatan 1/3
ml/menit. Cairan ini diserap kembali oleh membran arachnoid yang
menyelimuti otak dan spinal cord. Segala sesuatu yang menghambat aliran
CSF akan menyebabkan penumpukan cairan ini dalam otak dan akan
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Patofisiologi cedera kepala
Sebagian besar cedera otak tidak
disebabkan oleh cedera langsung terhadap jaringan otak, tetapi terjadi
sebagai akibat kekuatan luar yang membentur sisi luar tengkorak kepala
atau dari gerakan otak itu sendiri dalam rongga tengkorak. Pada cedera
deselerasi, kepala biasanya membentur suatu objek seperti kaca depan
mobil, sehingga terjadi deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba.
Otak tetap bergerak kearah depan, membentur bagian dalam tengorak tepat
di bawah titik bentur kemudian berbalik arah membentur sisi yang
berlawanan dengan titik bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat
terjadi pada daerah benturan (coup) atau pada sisi sebaliknya (contra
coup).
Sisi dalam tengkorak merupakan
permukaan yang tidak rata. Gesekan jaringan otak tehadap daerah ini
dapat menyebabkan berbagai kerusakan terhadap jaringan otak dan pembuluh
darah.
Respon awal otak yang mengalami cedra adalah ”swelling”.
Memar pada otak menyebabkan vasoliditasi dengan peningkatan aliran
darah ke daerah tersebut, menyebabkan penumpukan darah dan menimbulkan
penekanan terhadap jaringan otak sekitarnya. Karena tidak terdapat ruang
lebih dalam tengkorak kepala maka ‘swelling’ dan daerah otak
yang cedera akan meningkatkan tekanan intraserebral dan menurunkan
aliran darah ke otak. Peningkatan kandungan cairan otak (edema) tidak
segera terjadi tetapi mulai berkembang setelah 24 jam hingga 48 jam.
Usaha dini untuk mempertahankan perfusi otak merupakan tindakan
penyelamatan hidup.
Kadar CO2 dalam darah mempengaruhi
aliran darah serebral. Level normal CO2 adalah 35-40 mmHg. Peningkatan
kadar CO2 (HIPOVENTILASI) menyebabkan vasodilatasi dan bengkak otak,
sedangkan penurunan kadar CO2 (HIPERVENTILASI) menyebabkan vasokontruksi
dan serebral iskemia. Pada saat lampau, diperkirakan bahwa dengan
menurunkan kadar CO2 (hiperventilasi) pada penderita cedera kepala akan
mengurangi bengkak otak dan memperbaiki aliran darah otak. Akhir-akhir
ini dibuktikan bahwa hiperventilasi hanya memberikan peranan kecil
terhadap bengkak otak, tetapi berpengaruh besar dalam menurunkan aliran
darah otak karena vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan hipoksia serebral.
Otak yang mengalami cedera tidak mampu mentoleransi hipoksia.
Hipoventilasi atau hipoksia
meningkatkan angka kematian dengan mempertahankan ventilasi yang baik
pada frekuensi nafas berkisar 15 kali permenit dan aliran oksigen yang
memadai merupakan hal yang sangat penting. Hiperventilasi profilaksis
pada cedera kepala sudah tidak direkomendasikan.
Tekanan intrakranial
Dalam rongga tengkorak dan selaput yang
membungkus otak terdapat jaringan otak, liquor serebrospinal. Dan darah
peningkatan volume salah satu komponen akan diikuti dengan pengurangan
atau penekanan terhadap masing-masing volume komponen yang lain karena
tengkorak kepala orang dewasa (suatu kotak yang kaku) tidak dapat
mengembang (membesar). Walaupun CSF memberikan toleransi, namun ruang
yang diberikan tidak mampu mentoleransi bengkak otak yang terjadi dengan
cepat. Aliran darah tidak boleh terganggu karena otak membutuhkan
suplai darah yang konstan (oksigen dan glukosa) untuk bertahan hidup.
Tidak satu pun dari komponen yang mendukung otak dapat mentoloransi hal
ini, oleh sebab itu, bengkak otak yang terjadi akan cepat menyebabkan
kematian. Tekanan yang ditimbulkan oleh isi tengkorak disebut tekanan
intracranial (ICP). Tekanan ini biasanya sangat rendah. Tekanan intra
kranial dinilai berbahaya jika meningkat hingga 15mmHg, dan herniasi
dapat terjadi pada tekanan di atas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir
dalam otak disebut sebagai tekanan perfusi serebral (CPP). Nilai CPP
diperoleh dengan mengurangkan MABP terhadap ICP. Tekanan perfusi harus
dipertahankan 70 mmHg atau lebih. Jika otak membengkak atau terjadi
pendarahan dalam tengkorak, tekanan intrakranial akan meningkat dan
tekanan perfusi akan menurun. Tubuh memiliki refleks perlindungan (respons/refleks cushing)
yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan.
Saat tekanan intraserebral meningkat, tekanan darah sistematik meningkat
untuk mencoba mempertahankan aliran darah otak. Saat keadaan semakin
kritis, denyut nadi menurun (bradikardia) dan bahkan frekuensi
respirasi berkurang. Tekanan dalam tengkorak terus meningkat hingga
titik kritis tertentu dimana cedera kepala memburuk dan semua tanda
vital terganggu, dan berakhir dengan kematian penderita. Jika terdapat
peningkatan intrakranial, hipotensi akan memperburuk keadaan. Harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan
tekanan sistolik 100-110 mmHg pada penderita cedera kepala.
Sindroma herniasi
Saat otak membengkak, khususnya setelah
benturan pada kepala, peningkatan tekanan intrakranial yang tiba-tiba
dapat terjadi. Hal ini dapat mendorong bagian otak ke arah bawah,
menyumbat aliran CSF dan menimbulkan tekanan besar terhadap batang otak.
Hal ini merupakan keadaan yang mengancam hidup di tandai dengan
penurunan tingkat kesadaran yang secara progresif menjadi koma, dilatasi
pupil dan deviasi mata ke arah bawah dan lateral pada mata sisi kepala
yang mengalami cedera, kelemahan pada tungkai dan lengan sisi tubuh
berlawanan terhadap sisi yang mengalami cedera, dan postur deserebrasi
(dijelaskan berikut ini) penderita selanjutnya akan kehilangan semua
gerakan, berhenti nafas dan meninggal. Sindroma ini sering terjadi
setelah perdarahan subdural akut. Sindroma herniasi merupakan
satu-satunya keadaan di mana hiperventilasi masih merupakan indikasi.
Cedera otak anoksia
Cedera pada otak akibat kurangnya oksigen
( misal henti jantung, obstruksi jalan nafas) mempengarui otak secara
serius. Jika otak tidak mendapatkan oksigen selama 4 hingga 6 menit,
kerusakan irreversible hampir selalu terjadi. Setelah episode anoksia,
perfusi korteks akan terganggu akibat spasme yang terjadi pada arteri
kecil pada serebral. Setelah anoksia 4 hingga 6 menit, perbaikan
oksigenasi dan tekanan darah tidak akan memperbaiki perfusi korteks
(tidak ada fenomena reflow) dan cedera anoksia akan terus berlangsung
dalam sel otak. Sepertinya hipotermia mampu melindungi otak terhadap
efek tersebut dan terdapat laporan kasus pasien hipotermia yang
diresusitasi setelah mengalami hipoksia selama 1 jam.
Penelitian saat ini ditunjukan terhadap
penemuan obat yang mampu mengatasi spasme arteri persisten setelah
keadaan anoksia atau melindungi sel terhadap cedera anoksia.
CEDERA KEPALA
Ä Luka scalp
Scalp memiliki vaskularisasi yang kaya
dan sering berdarah banyak setelah laserasi, cepat menimbulkan
kehilangan darah yang banyak. Hal ini sangat penting pada anak yang
mengalami perdarahan seperti orang dewasa tetapi memiliki volume darah
yang berbeda.
Berbeda pada orang dewasa yang jarang
mengalami shock karena laserasi scalp, pada anak dapat timbul shock
setelah laserasi scalp, maka harus dicari sumber perdarahan lain
(seperti perdarahan dari dalam). Walaupun demikian, jangan menganggap
remeh terhadap perdarahan akibat luka scalp. Sebagian besar perdarahan
scalp dapat dihentikan dengan mudah menggunakan penekanan langsung.
Ä Cedera tengkorak
Tengkorak dapat mengalami fraktur linier
non-displaced, fraktur depressed atau fraktur terbuka harus di curigai
adanya fraktur tulang tengkorak pada orang dewasa jika terdapat kontusio
besar atau bengkak dan memar pada scalp. Sangat sedikit yang dapat
dilakukan terhadap cedera ini di lapangan (tempat kejadian) kecuali
menghindari penekanan langsung terhadap fraktur depressed yang sudah
jelas atau fraktur terbuka. Benda tembus pada tengkorak dibiarkan
(jangan dicabut) dan penderita segera diangkat ke ruang emergensi. Jika
penderita mengalami luka tembak pada kepala, tanpa adanya luka masuk
yang jelas dan luka keluar yang terletak segaris, harus diasumsikan
bahwa peluru dapat bergeser dan terperangkap di leher dekat spinal cord.
Curigai adanya child abuse jika anak
mengalami cedera kepala tanpa ada penjelasan sebab yang memadai.
Berikan perhatian terhadap tempat kejadian dimana anak tersebut ditolong
dan diminta bantuan polisi atau pelayanan sosial jika dari tempat
kejadian terdapat kecurigaan adanya child abuse.
CEDERA OTAK
Ä Gegar otak
Gegar otak menunjukkan tidak adanya
cedera struktural pada otak biasanya terdapat riwayat trauma pada kepala
dengan masa pingsan atau disorientasi yang berbeda kemudian kembali
dalam kesadaran normal. Terdapat kemungkinan adanya amnesia akibat
cedera. Amnesia ini biasanya mencakup beberapa waktu sebelum cedera
(amnesia retrograde singkat) sehingga penderita biasanya lupa saat
kejadian cedera. Memori jangka pendek sering terlibat dan penderita
biasanya mengulang-ngulang pertanyaan seolah-olah penderita tersebut
tidak memperhatikan jawaban yang anda berikan. Dapat disertai dengan
pusing, sakit kepala, telinga berdengung dan atau muntah.
Ä Kontusio serebri
Penderita dengan kontusio serebri (memar
jaringan otak ) dapat memiliki riwayat tidak sadar yang lama atau
gangguan tingkat kesadaran yang serius (seperti gangguan orienta si
yang berat, amnesia yang persistem, perilaku yang abnormal). Bengkak
otak dapat berlangsung cepat dan berat. Penderita dapat memperlihatkan
tanda-tanda neurologis fokal atau terlihat mengalami serangan
serebrovaskuler (stroke). Tergantung kepada lokasi kontusio serebri,
penderita dapat mengalami perubahan kepribadian seperti perilaku yang
kasar
Ä Perdarahan intrakranial
Perdarahan dapat terjadi diantara
tengkorak dan duramater (selaput jaringan ikat yang membungkus otak)
diantara dura dan arachnoid, antara arachnoid dan otak, atau langsung ke
dalam jaringan otak.
þ Hematoma epidural akut. (EDH akut)
Cedera ini paling sering disebabkan oleh
robekan pada arteri meningea media yang berjalan sepanjang permukaan
dalam tengkorak pada sisitem poral. Cedera pada arteri tersebut sering
disebabkan oleh fraktur linier tengkorak pada region temporal dan
parietal. Karena sumber perdarahan adalah arterial (walaupun
kadang-kadang dapat berasal dari salah satu sinus dura), perdarahan
tersebut dan tekanan dapat berkembang dengan cepat, sehingga kematian
terjadi dengan cepat. Tindakan bedah untuk mengangkat bekuan darah dan
ligasi terhadap arteri yang robek sering memberikan perbaikan yang
sempurna jika jaringan otak dibagian bawahnya tidak mengalami cedera.
Gejala hematoma epidural akut mencakup riwayat cedera kepala yang
disertai pingsan saat kejadian, diikuti dengan keadaan penderita menjadi
sadar dari orientasi baik (interval lucid). Setelah 30 menit hingga 2
jam kemudian, penderita menunjukan tanda-tanda :
ý peningkatan-peningkatan tekanan intrakranial (muntah, sakit kepala, gangguan status mental),
ý kelemahan sisi tubuh berlawanan dengan sisi kepala yang mengalami cedera
ý sering disertai dengan pupil yang
mengalami dilatasi dan terfiksir (tidak ada response terhadap sinar
terang) pada sisi kepala yang mengalami cedera, biasanya hal ini akan
segera akan diikuti dengan kematian. Contoh yang klasik adalah petinju
yang pingsan karena pukulan, lalu sadar dan diperbolehkan pulang, dan
ditemukan meninggal di tempat tidur keesokan harinya.
þ Hematoma subdural akut (SDH)
Hal ini disebabkan oleh perdarahan antara
durameter dan arachnoid dan berhubungan dengan cedera jaringan otak
sekitarnya karena perdarahn ini berasal dari vena, tekanan berkembang
lebih perlahan dan sering diagnosa baru ditegakan berjam atau berhari
setelah cedera.
Gejala dan tanda mencakup :
ý sakit kepala,
ý fluktuasi,
ý tingkat kesadaran dan tanda-tanda
neurologis fokal (cth.kelemahan pada satu ekstremitas atau satu sisi
tubuh, perubahan refleks tendon dalam bicara pelo).
Karena adanya cedera otak yang mendasari,
prognosis sering kurang baik. Mortalitas sangat tinggi (60-90%) pada
penderita yang koma saat diperiksa. Selalu curigai adanya subdural pada
penderita yang alkoholik dengan perubahan status mental setelah jatuh.
þ Perdarahan intraserebal (ICH)
Perdarahan ini terjadi dalam jaringan
otak. Perdarahan intraserebal traumatika selalu berhubungan dengan
cedera tembus pada kepala dan sering berhubungan dengan benturan tumpul
pada kepala. Sayangnya, pembedahan tidak selalu menolong. Gejala dan
tanda bergantung kepada lokasi yang terlibat dan tingkat cedera, dengan
pola yamg menyerupai stroke.
EVALUASI PENDERITA CEDERA KEPALA
Perawatan penderita cedera kepala bisa
sulit karena umumnya mereka jarang kooperatif dan sering dibawah
pengaruh alkohol atau obat. Sebagai penolong, anda harus memberikan
perhatian lebih untuk hal-hal detail dan jangan menyerah dengan
kesabaran karena penderita tidak kooperatif. Ingat selalu penilaian awal
terhadap setiap penderita mengikuti urutan sebagai berikut:
þ Lakukan pengamatan awal secara menyeluruh terhadap situasi penderita sebagai awal pemerksaan anda
þ Bebaskan jalan nafas sejalan dengan stabilisasi servikal spinal dan lakukan penilaian awal terhadap tingkat kesadaran
þ Penilaian pernafasan
þ Penilaian sirkulasi dan pengendalian perdarahan utama
þ Tentukan keputusan transportasi penderita dan intervensi kritikal
þ Lakukan penilaian sekunder
ý Tanda vital
ý Riwayat SAMPLE :
ü Symptoms (gejala),
ü Allergies,
ü Medications (obat-obatan),
ü Past medical history (penyakit lain),
ü Last oral intake (waktu makan atau minum yang terakhir),
ü Events preceding the accidents (kejadian atau keadaan sebelum kecelakaan)
ý Pemeriksaan dari kepala sampai kaki
ý Pembalutan dan pembidaian lebih lanjut
ý Monitor lebih lanjut
þ Lakukan pemeriksaan ulang
PEMERIKSAAAN PRIMER
Pengawasan jalan nafas harus mendapat
perhatian utama. Penderita yang terbaring mendapat sedasi, dan tidak
sadar akan cenderung mengalami obstruksi jalan nafas karena lidah,
darah, muntah atau secret. Muntah sering terjadi pada jam pertama
setelah cedera kepala. Jalan nafas seharusnya dilindungi dengan intubasi
endotracheal atau dengan menempatkan pelindung nafas oral atau nasal
dan memposisikan penderita pada salah satu sisi (dalam hal tidak ada
kecurigaan fraktur servikal), dan “suction” yang berkesinambungan.
Intubasi endoktrakheal pada penderita cedera kepala seharusnya dilakukan
dengan cepat dan lembut untuk menghindarkan penderita dari agitasi,
tegang dan menahan nafas sehingga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Sebelum mulai intubasi, lakukan ventilasi (jangan
hiperventilasi) dengan oksigen tinggi. Hindarkan penderita cedera kepala
dari hipoksia. Bahkan dengan satu episode hipoksia dapat menyebabkan
efek yang bermakna terhadap mortalitas.
Secara umum, evaluasi cedera kepala
dimulai dengan penilaian awal terhadap tingkat kesadaran penderita
dengan berbicara dengan penderita.pemeriksaan neurologis penderita yang
lebih detail dilakuakn pada survey sekunder. Jelasnya penderita dengan
riwayat dan hasil pemeriksaan menunjukan suatu hematoma epidural harus
lebih cepat dikirim di bandingkan dengan penderita sadar setelah
mengalami gagar otak. Sangat penting untuk mencatat senua hasil
observasi dan pemeriksaan karena pengobatan sering di tentukan oleh
perubahan stabilitas keadaan klinis penderita. Tujuan evaluasi adalah
untuk segera menentukan apakah penderita mengalami ceera otak, jika
memang ada, apakah keadaan memburuk? Tingkat kesadaran merupakan
indikator yang paling sensitif terhadap fungsi otak.
Sangat penting untuk mengetahui
riwayat cedera secara menyeluruh jika memungkinkan keadaaan cedera
kepala sangat penting untuk penatalaksanaan penderita dan merupakan
faktor prognostik yang penting sehubungan dengan hasil akhir (out come),
beri perhatian khusus pada penderita yang hampir mati tenggelam, luka
bakar listrik, tersambar petir, penyalahgunaan obat, inhalasi asap,
hypothermia, dan kejang selalu tanyakan tentang prilaku penderita dari
saat kejadian cedera kepala hingga saat anda tiba.
Semua penderita cedera kepala dan
cedera pada wajah akan mengalami cedera servikal spine hingga terbukti
tidak. Stabilisasi servikal spine harus harus disertai dengan
penatalaksanaan jalan nafas dan pernapasan. Selama survey primer,
pemeriksaan neurologis hanya berkisar antara tingkat kesadaran dan
adanya kelemahan motorik yang jelas, perubahan tingkat kesadaran,
merupakan tanda cedera otak atau peningkatan tekanan intrakranial.
Lanjutkan evaluasi anda dan laporkan hasilnya secara sederhana agar
orang lain dapat memahami anda.
Metode AVPU cukup adekuat:
Ä A : pasien sadar
Ä V : penderita bereaksi terhadap rangsang bunyi
Ä P : penderita bereaksi terhadap rangsang nyeri
Ä U : penderita tidak bereaksi
PEMERIKSAAN SEKUNDER
Setelah pemeriksaan primer lengkap dan tercatat, mulai dengan scalp
dan secara cepat serta hati-hati, lakukan pemeriksaan terhadap adanya
cedera yang jelas seperti laserasi atau depressed atau fraktur
terbuka.ukuran luka sering salah perkiraan karena luka tetutup oleh
rambut yang kotor dan darah. Rasakan scalp secara hati-hati untuk
mencari adanya daerah yang tidak stabil pada tengkorak. Jika tidak
ditemukan anda dapat menempatkan balut tekan secara aman atau secara
langsung menekan balutan luka untuk menghentikan perdarahan.
Fraktur basis kranii dapat ditandai
dengan perdarahan dari telinga atau hidung, cairan bening keluar dari
hidung, bengkak dan atau perubahan warna dibelakang telinga (battle’s sign), dan atau bengkak dan perubahan warna pada sekeliling kedua mata (raccoon eyes)
Pupil dikendalikan oleh sebagian
nervus tiga. Nervus ini memiliki perjalanan yang panjang dalam tengkorak
dan mudah mengalami kompresi oleh otak yang bengkak, jadi nervus ini
dapat dipengaruhi oleh tekanan tinggi intrakranial. Setelah cedera
kepala, jika kedua pupil mengalami dilatasi dan tidak bereaksi terhadap cahaya,
penderita mungkin telah mengalami cedera batang otak dan prognosisnya
buruk. Jika pupil berdilatasi tetapi masih bereaksi terhadap cahaya,
cedera tersebut biasanya masih reversible, jadi setiap usaha untuk
membuat penderita segera tiba di tempat yang dapat mengobati cedera
kepala, harus segera dilakukan. Dilatasi pupil unilaterial yang masih
reaktif terhadap cahaya mungkin merupakan tanda awal peningkatan tekanan
intrakranial. Dilatasi pupil unilateral yang berkembang pada saat
observasi anda merupakan keadaan yang sangat emergensi dan membutuhkan
transportasi segera.
Penyebab lain pupil yang berdilatasi, baik yang bereaksi terhadap cahaya atau tidak, mencakup :
ý hipotermia,
ý tersambar petir,
ý anoksia,
ý cedera nervus optikus,
ý efek obat (seperti atropine),
ý atau cedera langsung pada mata.
Pupil yang mengalami dilatasi dan
terfiksir memiliki makna pada cedera kepala, hanya pada penderita dengan
penurunan tingkat kesadaran. Jika penderita memiliki tingkat kesadaran
yang normal, dilatasi pupil bukan berasal dari cedera kepala.
Kedipan kelopak mata sering ditemukan
pada histeris. Penutupan kelopak mata yang perlahan jarang ditemukan
pada histeris. Jika batang otak masih baik, mata akan tetap sinkron (conjugate gaze)
saat kepala diputar ke kiri dan ke kanan. Mata akan bergerak berlawanan
arah dengan gerakan kepala. Karena keadaaan ini menyerupai gerakan bola
mata boneka saat digerakan, pemeriksaan ini disebut refleks doll’s eyes (refleks
okulosefalik) Test ini tidak pernah dilakukan terhadap penderita trauma
yang mungkin mengalami cedera servikal, karena memutar kepala dari sisi
ke sisi lain dapat menyebabkan cedera spinal cord yang irreversible.
Pemeriksaan reflek kedip (refleks
kornea) dengan menyentuh kornea dan atau dengan pemeriksaan reaksi
terhadap nyeri pada penderita merupakan tehnik yang tidak dapat
dipercaya dan tidak penting untuk ‘prehospital care’.
EKSTREMITAS, lakukan
pemeriksaan fungsi sensorik dan monorik pada ekstremitas. Dapatkah
penderita merasakan sentuhan pada tangan dan kaki? Jika penderita tidak
sadar, periksalah rangsang nyeri atau kaki menandakan penderita secara
kasar masih memiliki fungsi sensorik dan motorik yanga baik. Hal ini
biasanya menandakan fungsi kortikal masih normal atau sedikit terganggu
Baik postur dekortikasi (fleksi
lengan dan ekstensi tungkai) maupun deserebrasi (ekstensi lengan dan
tungkai) merupakan tanda gangguan pada hemisfer serebral atau cedera
batang otak bagian atas. Kelumpuhan flaccid biasanya menandakan cedera
spinal cord.
Agar tetap konsisten dengan ‘revised
trauma score’ dan system scoring lain yang digunakan dilapangan, anda
harus terbiasa dengan GCS (Glasgow Coma Scale), yang
mudah digunakan, sederhana, dan memiliki nilai prognostik saat
mengevaluasi penderita. Pada penderita trauma, GSC 8 atau kurang
menandakan cedera kepala berat.
TANDA VITAL, Tanda
vital sangat penting pada penderita cedera kepala. Disebut sangat
penting karena hal ini dapat menggambarkan perubahan tekanan
intrakranial. Anda harus melakukan observasi dan mencatat tanda vital
yang didapat selama survey sekunder dan setiap saat pemeriksaan ulang
yang anda lakukan.
ý Tekanan darah. pengkatan tekanan
intrakranial menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sebab lain
terjadinya hipertensi termasuk rasa takut dan nyeri. Hypotensi yang
berhubungan dengan cedera kepala biasanya disebabkan oleh syok
perdarahan atau spinal dan harus diatasi sebagai mana pada perdarahan.
Penderita cedera kepala tidak dapat mentoleransi hipotensi. Kejadian
hipotensi satu kali (tek.Darah < 90 mmHg) pada orang dewasa akan
meningkatkan mortalitas sebesar 150%. Berikan cairan IV untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik 100-110 pada penderita cedera
kepala
ý Nadi, peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan denyut nadi menurun
ý Respirasi, peningkatan tekanan
intrakranial menyebabkan frekuensi nafas meningkat, turun, dan atau
menjadi irregular. Pola nafas yang tidak teratur menunjukan tingkat otak
atau batang otak yang mengalami cedera sesaat sebelum kematian
penderita akan menglami respirasi yang cepat, disebut hiperventilasi neurogenik sentral.
Karena respirasi dipengaruhi banyak faktor (seperti rasa takut,
histeris, cedera thoraks, cedera spinal cord, diabetes), kegunaannya
sebagai indikator tidak sepenting tanda vital yang lain dalam pengawasan
perjalanan cedera kepala
shock | Cedera kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial | |
Tekanan darah | Menurun | Meningkat |
nadi | meningkat | Menurun |
respirasi | meningkat | Bervariasi tetapi Umumnya menurun |
Tingkat kesadaran | menurun | menurun |
Glascow Coma Scale (GCS)
Untuk mendapatkan keseragaman dari
penilaian tingkat kesadaran secara kuantitatif (sebelumnya dilakukan
penilaian kesadaran secara kualitatif seperti apatis, somnolen, koma dan
hasil pengukuran tidak seragam antara pemeriksa satu dengan yang lain)
maka dilakukan pemeriksaan dengan skala GCS, dimana ada 3 indkator yang
diperiksa yaitu reaksi mata, verbal dan motorik.
- 1. Reaksi membuka mata :
- Membuka mata dengan spontan : 4
- Membuka mata dengan rangsang suara : 3
- Membuka mata dengan rangsang nyeri : 2
- Tidak membuka mata dengan rangsang nyeri : 1
- 2. Reaksi verbal :
- Menjawab dengan benar : 5
- Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang : 4
- Keluar kata dengan rangsang nyeri : 3
- Keluar suara tidak membentuk kata : 2
- Tidak keluar kata dengan rangsang apapun : 1
- 3. Reaksi motorik :
- Mengikuti perintah : 6
- Melokalisir rangsang nyeri : 5
- Menarik tubuh bila ada rangsang nyeri : 4
- Reaksi fleksi abnormal dengan rangsang nyeri : 3
- Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsang nyeri : 2
- Tak ada gerakan dengan rangsang nyeri : 1
Berdasarkan skala Glascow Coma Scale (GCS), maka cedera kepala dapat dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
- Cedera kepala ringan : GCS : 13-15
- Cedera kepala sedang : GCS : 9-12
- Cedera kepala berat : GCS : 3-8
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan
pemeriksaan maka penilaian diberi label X. Misal pada kasus terdapat
edema periorbital maka reaksi mata diberi nila Ex, pada pasien aphasia
maka reaksi verbal diberi nilai Vx sedang bila penderita dilakukan
tracheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai
VT
PENILAIAN ULANG
Setiap kali anda melakukan penilaian
ulang, catatlah tingkat kesadaran, ukuran pupil, dan reaksi pupil
terhadap cahaya. Hal ini sejalan dengan keadaan vital penderita akan
memberikan informasi yang cukup untuk mengawali kondisi penderita cedera
kepala
Keputusan dalam penatalaksanaan
penderita cedera kepala di buat atas dasar perubahan semua parameter
pemeriksaan fisik dan neurologis. Anda membuat penilaian awal untuk
menjadi dasar bagi pengambilan keputusan selanjutnya, catatlah hasil
observasi anda
PENATALAKSANAAN PENDERITA CEDERA KEPALA
Tidak ada tindakan khusus yang dapat anda
lakukan terhadap penderit cedera kepala di tempat kejadian. Penting
sekali melakukan pemeriksaan cepat dan mengirim penderita ke pusat yang
memiliki fasilitas yang mampu menangani penderita cedera kepala sebelum
sampai di rumah sakit antar lain:
ý Bebaskan jalan nafas dan berikan
oksigenasi yang baik. Otak tidak mampu mentoleransi hipoksia, sehinggga
kebutuhan oksigenasi adalah mutlak. Jika penderita koma, harus dilakukan
pemasangan intubasi endotrakheal. Hal ini mencegah aspirasi dan
memungkinkan oksigenasi serta ventilasi yang lebih baik karena penderit
cedera kepala cenderung mengalami muntah, persiapan untuk immobilisasi ‘log-roll’ terhadap penderita dan lakuakn suction pada oropharynx, terutama jika tidak dipasang endotracheal tube.
ý Stabilisasi penderita dengan papan
spine. Leher harus diimmobilisasi dengan kollar kaku dan peralatan
immobilisasi yang menjadi tumpuan kepala
ý Lakukan pencatatan hasil pengamatan
awal. Catat tekanan darah, respirasi (frekuensi dan pola), pupil (ukuran
dan reaksi terhadap cahaya), sensasi dan aktifitas motorik spontan,
juga catat nilai GCS. Jika penderita mengalami hipotensi, curigai adanya
perdarahan atau cedera spinal
ý Sering lakukan pengamatan ulang dan catat secara berurutan
ý Pasang dua infuse dengan iv catheter
yang berukuran besar. Dahulu ada pemikiran untuk membatasi cairan pada
penderit cedera kepala. Sudah dibuktikan bahwa bahaya terjadinya bengkak
otak lebih sering disebabkan oleh hipotensi dibandingkan pemberian
cairan
MASALAH YANG POTENSIAL
Selalu antisipasi adanya cedera spinal pada penderita cedera kepala
ý Kejang. Cedera
kepala, khususnya perdarahan intrakranial, dapat menyebabkan kejang.
Penderita kejang menjadi hipoksia dan hipertermia, jadi kejang yang
terus menerus dapat memperburuk keadaan. Anda dapat memberikan
obat-obatan intravena untuk mengendalikan kejang. Tidak jarang bahwa
kejang berhubungan dengan pernafasan yang buruk, jadi harus selalu bahwa
oksigenasi dan ventilasi sangat penting.
ý Muntah. Hampir
semua penderita cedera kepala akan mengalami muntah. Anda harus selalu
waspada untuk mencegah aspirasi. Jika penderita tidak sadar, harus di
intubasi. Disamping itu siapkan suction mekanik dan siapkan penderita
untuk di log-roll ke salah satu sisi (pertahankan immobilisasi terhadap
cervical spine)
ý Keadaan perburukan yang cepat.
Seorang penderita yang cepat memperlihatkan perburukan tanda vital atau
cedera otak yang progesif memburuk (cth dilatasi pupil, postur
dekortikasi atau deserebrasi) harus segera dikirimkan ke pusat trauma.
Ini merupakan keadaan dimana hiperventilasi masih merupakan indikasi
hiperventilasi, walaupun diketahui dapat menyebabkan iskemia, dapat
mengurangi bengkak otak sementara. walaupun ini merupakan usaha yang
sia-sia tetapi hal ini dapat memberikan waktu untuk membawa penderita ke
meja operasi sebagai tindakan penyelamatan hidup. Anda juga dapat
memberikan mannitol atau furosemid secara intravena. Lakukan
pemberitahuan ke rumah sakit yang dituju agar dipersiapkan ahli bedah
saraf dan kamar operasi sehingga semuanya telah siap pada saat anda tiba
ý Shock. Pikirkan perdarahan atau shock spinal
ý Gangguan metabolik. Ingat pemberian
naloxon (narcan) pada penderita dengan ganguan status mental jika
dicurigai adanya penggunaan obat narkotika. Ingat pemberian thiamine dan
dekstrosa pada penderita diabetes dengan gangguan kesadaran, alkoholik
atau penderita yang mungkin mengalami hipoglikemia.
KESIMPULAN
Cedera kepala merupakan komplikasi trauma
yang serius. Agar memberikan terbaik untuk sembuh bagi penderita, anda
harus terbiasa dengan anatomi penting pada kepala dan system susunan
saraf pusat, dan memahami bagaimana penampilan klinis utama pada
berbagai bagian tubuh. Hal terpenting pada penatalaksanaan cedera kepala
adalah pemeriksaan yang cepat, penatalaksanaan jalan nafas
yang baik, pencegah hipotensi, rujukan segera ke pusat trauma, dan
pemeriksaan yang berulang-ulang. Juga pencatatan hasil pemeriksaan yang demikian penting untuk pengambilan keputusan dalam penatalaksanaan penderita. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar