DAFTAR ISI
I. Cover Halaman………………………………………………………… 1II. Kata Pengantar ………………………………………………………. 2
III. Daftar Isi …………………………………………………………….. 3
1. Pendahuluan …………………………………………………………..
2. Uraian Materi …………………………………………………………..
3. Fase-fase Komunikasi Terapeutik ………………………………….
4. Tehnik-teknik Komunikasi Terapeutik …………………………….
5. Faktor-faktor Komunikasi Terapeutik ……………………………..
6. Proses Komunikasi Terapeutik dalam Perawatan ……………….
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini perkembangan keperawatan di
Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju
perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan proses
perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh
aspek keperawatan baik aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan.
Perkembangan keperawatan menuju
keperawatan profesi dipengaruhi oleh sebagai perkembangan keperawatan
profesional seperti: adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keperawatan. Oleh sebab itu jaminan pelayanan keperawatan yang
berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga keperawatan yang
profesional. Dalam konsep profesi terkait erat tiga nilai sosial yaitu:
pengetahuan yang mendalam dan sistematis, keterampilan teknis dan kiat
yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti, dan
pelayanan/angsuran kepada yang memerlukan berdasarkan ilmu pengetahuan
dan keterampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral
yang diyakini, yaitu etika profesi serta konsep-konsep dalam
berkomunikasi.
2. Masalah
Dalam profesi keperawatan, komunikasi
sangat penting antara perawat dengan perawat, dan perawat dengan klien,
khususnya komunikasi antar perawat dengan klien dimana dalam komunikasi
itu perawat dapat menemukan beberapa solusi dari permasalahan yang
sedang dialami klien, dan komunikasi ini dinamakan dengan komunikasi
terapeutik. Akan tetapi dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik ini ada
fase-fase, tehnik-tehnik, dan faktor-faktor, serta proses komunikasi
terapeutik tersebut dalam perawatan sehingga pelayanan/asuhan
keperawatan dapat berjalan dengan baik serta memberikan tingkat kepuasan
pada klien.
3. Tujuan
Dengan memberikan materi ini diharapkan
mahasiswa dapat memahami serta dapat menerapkan tentang konsep
komunikasi terapeutik yang berkenaan dengan fase-fase, tehnik-tehnik,
dan faktor-faktor, serta prosesnya dalam perawatan.
4. Metode
Pengambilan bahan materi ini menggunakan
metode studi pustaka dengan cara membaca buku-buku yang berkaitan dengan
materi konsep dasar komunikasi, khususnya pada fase-fase,
tehnik-tehnik, dan faktor-faktor, serta prosesnya dalam perawatan.
URAIAN MATERI
KONSEP DASAR KOMUNIKASI
1. Fase – fase komunikasi terapeutik1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat
penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien (Christina, dkk,
2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari
informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk
pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang
perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan
dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan
kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji
perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang
muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada
perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
2. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan
sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar perawat mampu
mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan
klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai
pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini
mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka
pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani,
2005).
3. Mengumpulkan data tentang klien.
Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan mengetahui informasi
tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa
mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai
interaksi (Suryani, 2005).
4. Merencanakan pertemuan yang pertama
dengan klien. Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang
akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang
dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien (Christina,
dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya
terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan
memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien
dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani,
2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan
rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Membina rasa saling percaya,
menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya
merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin
akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina
tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi
(Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau
membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur,
ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien
(Suryani, 2005).
2. Merumuskan kontrak pada klien
(Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk menjamin
kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat
merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi
peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien
terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya
harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena karena
klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba
tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa
perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah
ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
3. Menggali pikiran dan perasaan serta
mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien
untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka,
diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran
dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
4. merumuskan tujuan dengan klien.
Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa
keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan
setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan
pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya, tujuan fase ini adalah
memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan
klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya
dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk,
2002).
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari
keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani,
2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut
kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan
pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat
analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal
maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan
active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat
membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana
cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif
pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu
menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini
merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam
percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang
sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik
menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional
yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan
perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu
terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani,
2005).
Terminasi sementara adalah
akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara,
perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah
ditentukan.
Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari
interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi
objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji
kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan.
2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi
subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan
klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan
masalah baru bagi klien.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap
interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai
pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan
dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir
interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi
marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk
mencoba salah satu dari alternative tersebut.
4. Membuat kontrak untuk pertemuan
berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara
perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat
termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005),
menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting
dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan
dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi
pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan
perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien
pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
2. Tehnik-tehnik Komunikasi Terapeutik
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik
yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
Tehnik berikut sering digunakan pada tahap orientasi.
1. Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative
question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif terhadap
pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah
klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif (nonfacilitative question)
adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang
tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan
tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
2. Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan terbuka (open question)
digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari klien.
Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan
dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat.
3. Inapropriate quantity question
Inapropriate quantity question yaitu
pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyaan, yang
mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak pertanyaan
merupakan tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan klien
untuk menjawab (Long, L dalam Suryani, 2005).
4. Inapropriate quality question
Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada klien dan biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :
a. Terkesan menginterogasi, sehingga
klien merasa seolah-olah diintimidasi (Sturat, G.W dalam Suryani, 2005).
Hal ini bisa menghambat keterbukaan klien terhadap perawat.
b. Tidak akan dapat menggali perasaan
klien yang sebenarnya karena why question mengiring klien untuk menjawab
secara rasional atau mengemukakan alasan dari suatu perbuatan atau
keadaan, bukan bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam
Suryani, 2005).
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar
utama dalam komunikasi terapeutik (Keliat, Budi Anna, 1992).
Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan
penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan
yang diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).
Selama mendengarkan, perawat harus
mengikuti apa yang dibacakan klien dengan penuh perhatian. Perawat
memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien.
Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan
(Purwanto, Heri, 1994).
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang
pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan
klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat,
Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang
mendukung listening (Suryani, 2005).
4. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah
menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta
klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani,
2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak
boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh
menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila perawat
menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan
berdasarkan pandangan dan perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah
pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting
dalam memahami klien.
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan
kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal
ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang
diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap
klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
1. Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
2. Refleksi perasaan, yaitu memberi
respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan, agar klien
mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
a. Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
b. Mengoreksi.
c. Memberi keterangan lebih jelas.
Ruginya adalah :
a. Mengulang terlalu sering dan sama.
b. Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi.
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi
kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan
komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani,
2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan
penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam
mengguanakan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan
ketika klien menyampaikan masalah penting (Suryani, 2005).
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk
memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat.
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam
Suryani, 2005). Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir
dan menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat
menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga
memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan
berguna pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).
8. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing)
merupakan tindakan penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat
membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang
aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien.
Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian
dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam
memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani, 2005).
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik
komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi poin penting dari
interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan klien untuk
memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama
dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah
dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)
1. Memfokuskan pada topik yang relevan
2. Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi
3. Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya
4. Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan atau koreksi terhadap informasi sebelumnya
10. Mengubah Cara Pandang
Tehnik mengubah cara pandang (refarming)
ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak
melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam
Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika klien
berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi
negatifnya. Seorang perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang
tepat ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan :
“sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”.
Reframing akan membuat klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi
positif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien
untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya.
11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau
menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang dialami klien
(Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi.
Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang
detail tentang masalah yang dialami klien.
12. Membagi Persepsi
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005)
menyatakan, membagi persepsi (sharing peception) adalah meminta pendapat
klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini
digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara
respos verbal dan respons nonverbal klien.
13. Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita
yang disampaikan klien dan harus mampu manangkap tema dari seluruh
pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan
menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005).
Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan
pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
14. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi
dalam hubungan terapeutik. Florence Nightingale dalam Anonymous (1999)
dalam Suryani (2005) pernah mengatakan suatu pengalaman pahit sangat
baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental
dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
1. Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin bisa menurunkan kecemasan klien.
2. Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
3. Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.
15. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement)
merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika
berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan
harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani,
2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui
isyarat nonverbal.
Tehnik – tehnik komunikasi yang kurang tepat
Komunikasi yang tidak efektif juga bisa mengakibatkan tidak puasnya klien terhadap pelayanan keperawatan.
Tehnik-tehnik keperawatan yang kurang tepat antara lain:
1. Memberi jaminan
Memberi jaminan artinya menyatakan sesuatu pada klien yang belum pasti hasilnya dengan maksud menenangkan.
2. Memberikan penilaian
Memberikan penilaian dapat mengakibatkan
klien merasa bahwa perawat mengabaikan perasaan klien atau merendahkan
dirinya (Kozier, Erb & Oliveri dalam Suryani, 2005).
3. Memberi komentar klise
Memberi komentar klise artinya memberikan
komentar yang itu-itu saja atau komentar yang terlalu umum (Kozier, Erb
& Oliveri dalam Suryani, 2005). Contoh : setiap klien melakukan
atau menjawab sesuatu dengan tepat, perawat mengatakan “bagus”.
4. Memberi saran
Memberi saran pada klien tidak tepat
karena apabila saran (advice)-nya tidak mampu mengatasi masalah, klien
akan menyalahkan atau memulangkannya pada perawat (Gerald, D dalam
Suryani, 2005).
5. Mengubah pokok pembicaraan
Tehnik ini tidak tepat karena
berorientasi pada perawat. Pada saat menggali masalah klien, terkadang
perawat tidak tertarik pada ungkapan klien sehingga perawat mengubah
topik pembicaraan (Kozier, Erb & Oliveri dalam Suryani, 2005).
6. Defensif
Respon perawat yang defensif bisa
menghambat klien dalam mengungkapkan perasaannya (Kozier, Erb &
Oliveri dalam Suryani, 2005). Dengan memberikan respons defensif,
sebetulnya perawat sedang menutupi kekurangan atau kelemahannya.
3. Faktor-faktor Komunikasi Terapeutik
Faktor – faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu
c. Komunikasi satu arah
d. Kepentingan yang berbeda
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Faktor penghambat komunikasi : (Kariyoso, 1994)
- Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
- Sikap yang kurang tepat
- Kurang pengetahuan
- Kurang memahami sistem sosial
- Prasangka yang tidak beralasan
- Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor berjauhan
- Tidak ada persamaan persepsi
- Indera yang rusak
- Berbicara yang berlebihan
- Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya
Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)
- Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan
berpengaruh pada sumber atau komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat
mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal ini
mempengaruhi tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi terhadap pesan
yang disampaikan.
- Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya
mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran. Hasil komunikasi akan lebih
baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran.
- Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
(context) terdapat dan berperan pada pesan. Pesan yang disampaikan harus
berhubungan dengan kepentingan sasaran.
- Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan
pada pesan. Kejelasan pesan yang disampaikan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan komunikasi.
- Kesinambungan dan konsistensi
Kesinambungan dan konsistensi (continuity
and consistency) terdapat pada pesan. Pesan yang akan disampaikan harus
konsistensi dan berkesinambungan.
- Saluran
Salura (channel) terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan.
- Kapabilitas sasaran
Kapabilitas sasaran (capability of the
audience) terdapat pada komunikan. Dalam menyampaikan pesan, komunikator
harus memperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan.
- Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
- Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran sosial.
Faktor yang mempengaruhi komnikasi : (Kariyoso, 1994)
- Ditinjau dari komunikator
1. Kecakapan komunikator
2. Sikap komunikator
3. Pengetahuan komunikator
4. Sistem sosial
5. Pengaruh komunikasi
- Ditinjau dari komunikan
1. Kecakapan
2. Sikap
3. Pengetahan
4. Sistem sosial
5. Saluran (pendengaran, penglihatan) dari komunikan
Faktor yang menghambat komunikasi : (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002)
- Tahap perkembangan
- Jenis kelamin
- Peran dan hubungan
- Karakteristik sosiokultural
- Nilai persepsi
- Ruang dan teritorial
- Lingkungan
- Kesesuaian
- Sikap interpersonal
4. Komunikasi Terpeutik dalam Proses Perawatan
- Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)
1. Reference, stimulus yang memotifasi
seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dapat berupa
pengalaman, ide atau tindakan.
2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau kelompok.
3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau ekspresi wajah.
4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada penerima/ sasaran.
5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut dituju.
6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.
- Proses komunikasi terapeutik dalam perawatan.
1. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
- Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.
- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
- Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
- Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa realistik.
- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang dibutuhkan.
2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
- Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
- Sesi perencanaan tim kesehatan.
- Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
- Membuat rujukan.
3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
- Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
- Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
- Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
- Meningkatkan harga diri pasien.
- Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
- Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
- Memperkenalkan diri kepada pasien.
- Memulai interaksi dangan pasien.
- Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
- Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.
- Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
5. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.
- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
- Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar