A.Definisi
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut
atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit.
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak
iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis
kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis
kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis
kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan
pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah
yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi
menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan
yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui
oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit
diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid
keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah
reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel,
akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen
bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel
limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari
antigen akan timbul reaksi alergi.
B.Etiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab
munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan
serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan
tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu :
lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi
menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma
fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor
individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi);
ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin
(insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit
kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan
iritan turun), misalnya dermatitis atopik
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis
kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan
tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi
alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen),
contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki
berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan
luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis
hapten berdasarkan fungsinya
yaitu:
1.Asam, misalnya asam maleat.
2.Aldehida, misalnya formaldehida.
3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.
4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.
5.Ester, misalnya Benzokain
6.Eter, misalnya benzil eter
7.Epoksida, misalnya epoksi resin
8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.
9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon.
10.Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.
11.Komponen tak larut, misalnya terpentin.
C.Patofisiologi
1.Patogenesis
Dermatitis Kontak Iritan
Pada
dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik.
Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa
jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk
merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan
rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan
membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin
yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari
faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan
histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets
yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan
merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak
iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator.
Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat
tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada
dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan
kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir
semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan
atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada
terjadinya kerusakan tersebut.
Dermatitis Kontak Alergi
Pada
dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV
yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a.Fase Sensitisasi
Fase
sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini
terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten
menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan
jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal),
untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di
epidermis, menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada
membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human
Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting
cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks
Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada
molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3.
CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti
(CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk
ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut
terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan
antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang
untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk
mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T
sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke
seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi
bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia
berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada
saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai
resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
b.Fase elisitasi
Fase
elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di
dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang
INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung
beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid.
Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan
histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat.
Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema
dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan
atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel
Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2
(PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2
berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T
dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan
dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen,
diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat
sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T
terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan
peradangan.
2.Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis
dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi
sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan
dua mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper
cell) dan toleransi imunitas spesifik (pembentukan T supresor cell).
Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi oleh
faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau
sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis atopik.
Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka dapat
timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen
menghindari sel Langerhans epidermal.
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang
sejenis
seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan
2-4-dinitro-1-klorobenzen terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat
menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi tidak responsive.
Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening
tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan
hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai
dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis
rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat
diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang
untuk reaksi positif terhadap uji tempel akan meningkat. Namun keadaan
desensitisasi penuh tidak dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan
keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan toleransi ini
dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel
supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara
intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan.
Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk
sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara
teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari
respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia
dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau
induksi sensitivitas.
3.Gambaran Histopatologis
Pemeriksaan
ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat
dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel
mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan
terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis
kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis,
spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai
infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran
tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk
membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan
dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3
jam setelah paparan antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal
dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di
epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella
sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan
aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan
tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di
epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah
bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai
gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap
seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum
berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.
D.Manifestasi Klinik
Penderita
umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis.
Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu
terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.
Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat
monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak
alergik.
1.Fase akut.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada
tempat terjadinya kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit
yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang
ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat
selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau
bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung
menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa gatal.
2.Fase Sub Akut
Jika
tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka
proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan
terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan
papul-papul.
3.Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau
merupakan kelanjutan dari fase akut yang hilang timbul karena kontak
yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan
kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan
berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun
bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit
sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang
tidak dikenal.
Dermatitis Kontak Alergi
Sebagaimana
disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan,
maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak
iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak
iritan akut. Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit
terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan
umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Pada umumnya
kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah
bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin,
antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut
lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih.
Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang
terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa
pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya
sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
(Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita)
Dermatitis
kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh
kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik,
misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin;
juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).
Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama
berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat
menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain
baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau
bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan
kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini
merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala
klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila
kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris
(fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak
terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit
kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.
Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak
pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis
kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan
lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.
(Dermatitis kontak iritan akibat detergen)
Dermatitis Kontak Alergi
Selain
berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis
kontak alergi juga dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini
akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya.
1.Tangan
Kejadian
dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat
kerja paling banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang
disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen,
antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.
(Dermatitis kontak alergi karena nikel pada jam tangan)
2.Lengan
Alergen
umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel),
sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh
bahan pengharum.
3.Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat
disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada di udara,
nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di
kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata
dan obat mata.
4.Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari
nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal, tangkai kaca mata, cat
rambut dan alat bantu pendengaran.
5.Leher dan Kepala
Pada leher
penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung
jari), parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala
relative tahan terhadap alergen kontak, namun dapat juga terkena oleh
cat rambut, semprotan rambut, sampo atau larutan pengeriting rambut.
6.Badan
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ), plastik dan deterjen.
7.Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen yang berada di tangan.
8.Paha dan tungkai bawah
Disebabkan
oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat
topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan
sepatu.
E.Pemeriksaan Penunjang
Alergi kontak dapat dibuktikan
dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan dengan
uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes
tempel yaitu :
1.Tes Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang
dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah
tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi
hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
2.Tes Tempel Tertutup
Untuk
uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester
yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut
diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas
penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.
3.Tes tempel dengan Sinar
Uji
tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai
fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir
yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai
alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara
duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24
jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan
sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk
menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut
dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak
bisa menembus bahan tersebut.
Untuk dapat melaksanakan uji tempel
ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena
bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel
merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak
perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam
obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak
24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan
kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan
standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact
dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah
dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari
hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena
bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang
hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif
maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus
hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga
berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya.
Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang
yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu.
Tes in
vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag
untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun
hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.
F.Penatalaksanaan
Pada
prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik
yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk
menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya
dan perlindungan pada kulit.
1.Pencegahan
Merupakan hal yang
sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik,
menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2.Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
c.Pengobatan topikal
Obat-obat
topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan
dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila
kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah
prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi
losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik
berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial
diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi
salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus
ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1)Kortikosteroid
Kortikosteroid
mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik.
Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini
mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel
T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan
demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan
respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian
efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %,
halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan
mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film
plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek
samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2)Radiasi ultraviolet
Sinar
ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak
melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan
hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji
antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi
penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat
menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis
PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel
Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear.
Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang
diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat
berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga
merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3)Siklosporin A
Pemberian
siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek
minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari
obat di epidermis atau dermis.
4)Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi
dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E.
koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat
diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya
clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5)Imunosupresif topikal
Obat-obatan
baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM
981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui
penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit
dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM
981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi
yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan
kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1%
sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan
atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan
tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal
sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
d.Pengobatan sistemik
Pengobatan
sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga
pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik.
Jenis-jenisnya adalah :
1)Antihistamin
Maksud pemberian
antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin.
Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi
terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan
asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang
atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan
terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan
memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam
waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus
pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya
terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada
sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan
menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme
kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi
aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat
ekspresi ICAM-1.
4)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat
pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel
Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat
peradangan.
5)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon
imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a,
GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan
histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7)Derivat vitamin D3
Menghambat
proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah
kalsitriol.
8)SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan
aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara
topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
G.Prognosis
Faktor-faktor
yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan
terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor
pencetusnya, terjadinya kontak ulang dan adanya faktor individual
seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis kontak
alergik lebih baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut
lebih baik daripada DKI kronis yang bersifat kumulatif dan susah
disembuhkan. Dermatitis kontak alergik terhadap bahan-bahan kimia
industri yang penggunaannya pada tempat-tempat tertentu dan tidak
terdapat dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-barang
milik pribadi, mempunyai prognosis yang buruk, karena bahan-bahan
tersebut terdapat sangat banyak dipakai dalam kehidupan kita
sehari-hari.
H.Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti
menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas.
Strategi pencegahan meliputi:
Bersihkan kulit yang terkena bahan
iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat
menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih.
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
Untuk
menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan
anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik
dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis
juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan
terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan
kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien.
Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan
penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah
diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi
pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan
jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin
faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema
dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan
membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat
kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan
bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan
sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya
riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali
atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan
serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat
tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang
serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih
lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4.Rasa gatal
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis
atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat
tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada
penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek
pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang
akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang
pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun
dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
2.Dermatitis numularis :
merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran
sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor
ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik
residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan telapak kaki, dengan
efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis :
infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit
bersifat polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis
seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan.
Pada muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken
simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami
iritasi atau sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak
alergik bentuk kronik.
B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi
C.Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien
akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya
peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit,
berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,
berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah
rusak
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20
menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah
mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional :
dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim
pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air
dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional
: sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan
tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.
Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
Intervensi
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
Hindari binatang peliharaan.
Rasional
: jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara
binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah
Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.
Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien
menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet
akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien
mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi
Jelaskan
gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan
prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional
: dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal
serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
Cuci semua
pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan
kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas
Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1.Mencapai tidur yang nyenyak.
2.Melaporkan gatal mereda.
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4.Menghindari konsumsi kafein.
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional:
Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.
Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan
Intervensi :
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional:
Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak
nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap
konsep diri.
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.Nilai
rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional:
Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang
tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak
adaptasi klien .
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Diagnosa :
Kurang pengetahuan tentang program terapi
Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali
D.Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.
Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket Manual of
Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica
Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 200
Polaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-surgical.
Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner
Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung
Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar