Oleh : edies shank putra
Bagian Keperawatan Medikal Bedah dan Keperawatan Kritis
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember
PENDAHULUAN
Tindakan
operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir
semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan
keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang
mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan
segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman
terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan
tindakan pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah
operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk
mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat
keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang
dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait
(dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien
yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada 3 faktor penting
yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan
yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor
pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut
tidakan pembedahan adalahhal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri
pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah
mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk
melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif. Tindakan
perawatan perioperatif yang ?berkesinambungan dan tepat akan sangat
berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Tindakan
operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah
peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan
di kamar operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih
sederhana tidak memerlukan hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik
bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan masalah kesehatan yang
memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anastesi atau
pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.
Sejalan
dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan
pembedahan pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan
teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah
yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro
surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by Pass yang lebih
canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama
juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan
obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan
berjalan lebih cepat.? Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan
teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan
masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi
psikologis) sehingga outcome ?yang diharapkan dari pasien bisa tercapai.
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun
juga diikuti oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan
kasus-kasus tertentu, misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri
dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif lain
sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba,
maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk dilakukan
prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien
di rumah sakit.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang
berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif
adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu? preoperative phase, intraoperative phase dan post
operative phase. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan
berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk
pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan
aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat dengan
menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan.
Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan
dari tim kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga
kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima. ?
Berikut adalah gambaran umum masing-masing tahap dalam keperawatan perioperatif
Phases of Surgery
Phase Description Typical activities
PRE
OPERATIVE Begins with decision for surgery and ends when the patient
in transfered to the operating room; aims to prepare patient for surgery
Pre operative patient teaching, skin preparation, medication
administration
INTRA OPERATIVE Begins when patient is laced on the
operating room bed and ends when the patient transferred to the
postanesthesia care unit (PACU); aims to protect the patiens during
surgery Surgical asepsis, minimazing traffic flow, maintaning patient
safety
POST OPERATIVE Begins when the patient admitted to the PACU
and ends when surgery related nursing care is no longer required; aims
to alliviate the patient?s pain and nausea and support the patient until
normal physiologic responses return Monitoring fluid intake dan
output, assesing cardiac and respiratory function, meeting nutritional
and activity needs, providing guidace and return to functional level.
Fase
pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra
operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan
pembedahan.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup
?pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan
kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama
induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur
posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip
dasar kesimetrisan tubuh.
Fase pasca operatif dimulai dengan
masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup
aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode
ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan
kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.? ?
Contoh Aktivitas Keperawatan dalam Peran Perawat Perioperatif
FASE PRAOPERATIF FASE INTRAOPERATIF FASE POSTOPERATIF
Pengkajian:
Rumah/Klinik:
1. Melakukan pengkajian perioperatif awal
2.Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3.Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4.Memastikan kelngkapan pemeriksaan pra operatif
5.Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif
Unit Bedah :
1. Melengkapi pengkajian praoperatif
2.Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3.Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi.
4.Membuat rencana asuhan keperawatan
Ruang Operasi :
1.Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2.Menelaah ulang lembar? observasi pasien (rekam medis)
3.Mengidentifikasi pasien
4.Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan :
1.Menentukan rencana asuhan
2.Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi)
Dukungan Psikologis :
1. Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2.Menentukan status? psikologis
3.Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri.
4.Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain yang berkaitan. Safety Managenent :
1. Atur posisi klien :
a. Kesejajaran fungsional
b.Pemajanan area pembedahan
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik
4. Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum da instrumen tepat.
Pemantauan Fisiologis :
1. Melakukan balance cairan
2. Memantau kondisi cardiopulmonal
3. Pemantauan terhdap perubahan vital sign
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien ?kepada tim kesehatan.
Penatalaksanaan Keperawatan :
1. Melakukan prosedur? keselamatan bagi klien
2. Mempertahankan lingkugan aseptik dan terkontrol
3. Mengelola sumber daya manusia secara efektif. Komunikasi dari Informasi Intra operatif :
1. Menyebutkan nama pasien
2. Menjelaskan jenis pembedahan yang dilakukan
3.
Menggambarkan faktor-faktor intraoperatif, meliputi pemasangan drain
atau kateter, kekambuhan peristiwa-peristiwa yang tidak diperkirakan.
4. Menjelaskan pembatasan fisik dan keterbatasan fisik yang dialami pasien.
5. Menerangkan gangguan akibat pembedahan
6. Melaporkan tingkat kesadaran praoperatif klien
7. Mengkomunikasikan tentang peralatan yang diperlukan.
Pengkajian Pasca operatif di Rocovery Room :
1Menentukan respon segera pasien terhadap pembedahan
Unit Bedah :
1. Mengevaluasi efektivitas dari asuhan keperawatan di ruang operasi.
2. Menentukan tingkat kepuasan pasien
3. Mengevaluasi produk-produk yang digunakan pada pasien di ruang operasi.
4. Menetukan status psikologi pasien
5. Membantu dalam perencanaan pemulangan
Rumah/Klinik :
1.
Kaji persepsi pasien tentang pembedahan dalam kaitannya dengan agen
anastesi, damapak pada citra tubuh, penyimpangan dan immobilisasi
2. Tentkan persepsi keluarga tentang pembedahan.
PEMBEDAHAN : INDIKASI DAN KLASIFIKASI
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
1. Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
2. Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi
3. Reparatif : Memperbaiki luka multipel
4. Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik
5.
Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah,
contoh : pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk
mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan.
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1. Kedaruratan/Emergency
Pasien
membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi
dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat,
obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak
atau tusuk, luka bakar sanagat luas.
2. Urgen
Pasien
membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30
jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada
uretra.
3. Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan.
Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa minggu atau bulan. Contoh :
Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid,
katarak.
4. Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan.
Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka idak terlalu
membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan
vaginal.
5. Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan
diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan
pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
1. Minor
Menimbulkan
trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh :
incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
2. Mayor
Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.
TAHAPAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Keperawatan perioperatif dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Keperawatan Pre Operatif
b. Keperawatan Intra Operatif
c. Keperawatan Post Operatif
KEPERAWATAN PRE OPERATIF
_____________________________________________________________________________
A. PENDAHULAN
Keperawatan
pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada
fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi
landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang
dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik
biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan
kesuksesan suatu operasi.
B. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
I. PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
a. Persiapan di unit perawatan
b. Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum
dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. ?Selain itu pasien harus istirahat yang cukup,
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang
memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi
pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan
nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien
menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering
terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama.
Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance
cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan
diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar
kalium serum (normal : 3,5 ? 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 ?
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan
fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut
maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali
pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung
dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan
tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement.
Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan
mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah
untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan
operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso
gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada
daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi
tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada
pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur
sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daeran yang dilakukan
pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.
Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika
yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada
fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan,
pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan. ?
f. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat
penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan
sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.
Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri
dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri
maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih
dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan
isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi
balance cairan.
h. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat
diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai
persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri
daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
1. Latihan nafas dalam
2. Latiihan batuk efektif
3. latihan gerak sendi
1. Latihan Nafas Dalam
Latihan
nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien
lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas
tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik
nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera
mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
-Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
Letakkan tangan diatas perut
Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (?15 kali)
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
2. Latihan Batuk Efektif
Latihan
batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga
ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif
sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir
atau sekret tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien
condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera
lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa
terjadi luka pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Jika
selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi
guncangan tubuh saat batuk.
3. Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak
sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga
pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan
pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama
sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien
selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir
pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan
terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of
Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya
kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status
kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis
dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usis/penuaan
dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan.
Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien
sebelum dilakukan pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1. Usia
Pasien
dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut
mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis
pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak
disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi
malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan
dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase
penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami
defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka.
Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air,
vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng
(diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami
obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat
rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan
teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum
terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan;
pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah
mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain
itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik
dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
3. Penyakit Kronis
Pada
pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi
kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak
masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun
pasca pembedahan sangat tinggi.
4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes
mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien
saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin
terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan
karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin
yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau
glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko
mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid
harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
5. Merokok
Pasien
dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler,
terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan
tekanan darah sistemiknya.
6. Alkohol dan obat-obatan
Individu
dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan
masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan
meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang
seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat
perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan
pemasangan NGT.
II. PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan.
Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada
pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan
radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan
lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan
operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait
dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan
penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk
dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan
kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga
memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan
masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah
pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil
pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini
adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani
oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
a. Pemeriksaan
Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang
(daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
b. Pemeriksaan
Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT
?BT, ureum kretinin, BUN, dll.? Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada
sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
c.
Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan
tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya
berupa infeksi kronis saja.
d. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan
dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8
pagi)? dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
e. Dan lain-lain
PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaaan
status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang
diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade Status fisik Mortality (%)
I
Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita
dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda
yang sehat 0,05
II Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang
bukan diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita
dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan
diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi 0,4
III
Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut. 4,5
IV
Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak
selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi
koroner atau infark miokard 25
V Keadaan terminal dengan
kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir.
Misal: penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di luar
rahim pecah. 50
INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai
macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat
penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung
gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko.
Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi
seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan
satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua
tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan
sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami
operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti:
kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap
pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam
perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan
pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. ?Pasien maupun
keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan
mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas
belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak
untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat
penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami
oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata
tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
Berikut ini merupakan contoh? form inform consent :
PERNYATAAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS/OPERASI NAMA PASIEN : (L/P)
No. RM :
UNIT RAWAT?? :
Saya yang bertnda tangan di bawah ini :
Nama : .................
Umur : .................. tahun
Jenis kelamin? : ................
Alamat : .................
Suami/istri/ayah/ibu /keluarga٭ dari pasien yang bernama : ......................................................
1.
Menyatakan? SETUJU/TIDAK SETUJU٭ bahwa pasien tersebut akan dilakukan
tindakan medis operasi dalam rangka penyembuhan pasien.
2. Saya
mengerti dan memahami tujuan serta resiko/komplikasi yang mungkin
terjadi dari tindakan medis/operasi yang dilakukan terhadap pasien dan
oleh karena itu bila terjadi sesuatu diluar kemapuan dokter sebagai
manusia dan dalam batas-batas etik kedokteran sehingga terjadi
kematian/kecacatan pada pasien maka saya tidak akan menuntut siapapun
baik dokter maupun Rumah Sakit.
3. Saya juga menyetujui dilakukannya
tindakan pembiusan baik lokal maupun umum dalam kaitannya dengan
tindakan medis/operasi tersebut. Saya juga mengerti dan memahami tujuan
dan kemungkinan resiko akibat pembiusan yang dapat terjadi sehingga bila
terjadi sesuatu diluar kemampuan dokter sebagai manusia ddan dalam
batas-batas etik kedokteran sehingga terjadi kematian/kecacatan pada
pasien maka saya tidak akan menuntut siapapun baik dokter maupu Rumah
sakit.
Yogyakarta, ........................2007
Mengetahui,
Saya yang menyatakan,
Dokter yang merawat, Suami/istri/ayah/ibu /keluarga٭
____________________________________________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
Saksi dari Rumah Sakit, Saksi dari keluarga,
_____________________________________________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
٭ coret yang tidak perlu
III. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan
mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis(Barbara C. Long)
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan antara lain:
1.
Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum
operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan
meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
2. Pasien wanita yang
terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat
dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda
Setiap orang
mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi
sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi
sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam
menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan
ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)
c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang mempunyai penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g. Takut operasi gagal.
Ketakutan
dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan
yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali,
sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping
yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien
dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya
orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support
system.
Untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan pasien, perawat
dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara
lain :
• Pengalaman operasi sebelumnya
• Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan operasi
• Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
• Pengetahuan pasien tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.
• Pengetahuan pasien tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
•
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum
operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas
dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya.
Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah
disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari
kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal
ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa
hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi
hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang
terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan
keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat
mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi
pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan
kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien
untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
1.
Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami
pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu
operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi,
menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
Dengan mengetahui berbagai
informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap
menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan
operasi yang akan dialami pasien.
2. Memberikan penjelasan terlebih
dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat
perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika
pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan
samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien
perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan,
dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang
dialami oleh pasien akan dapat diturunkan? dan mempersiapkan mental
pasien dengan baik
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya
untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi
kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum
pasien di antar ke kamar operasi.
4. Mengoreksi pengertian yang saah
tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang
salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
5. Kolaborasi dengan
dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan
diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan
pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
Pada
saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi,
petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat
pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien,
keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas
kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang
terletak di depan kamar operasi.
OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum
operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu
istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya
adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan
sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi,
antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi
dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
C. PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI
Persiapan operasi
dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang perawatan
sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan bedah
dilakukan. Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah prosedur
administrasi, persiapan anastesi dan kemudian prosedur drapping.
Di
dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhdap pasien yaitu
berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan
peralatan alat tenun (disebut : duk) steril dan hanya bagian yang akan
di incisi saja yang dibiarkan terbuka dengan memberikan zat desinfektan
seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%.
Prinsip tindakan drapping adalah:
• Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur drapping.
• Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui dengan baik dan benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping.
• Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang digunakan steril dan tidak bocor.
•
Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat bertindak sebagai
omloop harus berdiri di belakang instrumentator untuk mencegah
kontaminasi.
• Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah bergeser.
• Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi selesai dan harus di jaga kesterilannya.
•
Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan
kertas water prof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya
menggunakan alat tenun steril.
Teknik Drapping :
• Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus kering
• Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan memepertahankan prinsip steril
• Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non steril
• Pegang drape sedikit mungkin
• Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun steril tanpa perlindungan gaun operasi.
• Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi daerah yang tidak steril.
• Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang drape (hati-hati menyentuh lampu operasi)
• Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat omloop bertugas menyingkirkan alat tenun tersebut.
• Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum tertutup.
•
Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian
kepala meja operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
• Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap terkontaminasi.
Tindakan
keperawatan pre operetif merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat
dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan
dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan
fisik maupun pemeriksaan penunjang serta pemeriksaan mental sangat
diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal
dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan.
Kesalahan
yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat
berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama
yang baik antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk
menghasilkan outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara
paripurna.
KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
_____________________________________________________________________________
A. PENDAHULUAN
Keperawatan
intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas
yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi
oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan
untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang
mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul
permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk
itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah
fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus
berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga
pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang
terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien,
tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang
sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam
prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli
anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik
dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua
ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang
ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif
bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being)
pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi
petugas ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan
aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah
sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini
sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa.
Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat.
Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan,
memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan
bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang
optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus dijelaskan
pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter
bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan
perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti
perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan
elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan
dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
B. PRINSIP-PRINSIP UMUM
a. Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis
dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang
memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau
ditiadakan, baik secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik.
Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat
bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-alat yang
dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan
lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari
kulit/tangan
b. Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan
personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci
tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving
(teknik pemakaian sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi harus
memahami konsep tersebut diatas untuk dapat memberikan penatalaksanaan
operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga menghilangkan atau?
meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan bahaya
infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan
(infeksi nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap
infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk
memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang
didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya
penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien
(darah, cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
c. Prinsip asepsis pasien
Pasien
yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah
dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat
medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah
kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan drapping.
d. Prinsip asepsis instrumen
Instrumen
bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada
dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah
perawatan dan sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat
pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar
tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.
C. FUNGSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
Selain
sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin
kelancaran jalannya operasi dan menjamin keselamatan pasien selama
tindakan pembedahan. Secara umum fungsi perawat di dalam kamar operasi
seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan
scrub (instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang
operasi dan melindungi keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau
aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang
operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu
yang sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi
dan ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan sebelum, selama dan
sesudah operasi. Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk
menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan
anggota tim yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas
laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama
prosedur operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas
perawat sebagai scrub nurse ?termasuk melakukan desinfeksi lapangan
pembedahan dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit,
diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain
itu perawat scrub ?juga membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan
dengan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti
mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan
peralatan lain serta terus mengawasi kondisi pasien ketika pasien
dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat harus mengecek
semua peralatan dan material untuk memastikan bahwa semua jarum, kassa
dan instrumen sudah dihitung lengkap
Kedua fungsi tersebut
membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat tentang
anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan
pembedahan, pemahaman dan kemampuan untuk mengantisipasi
kebutuhan-kebutuhan dan untuk bekerja sebagai anggota tim yang terampil
dan kemampuan untuk menangani segala situasi kedaruratan di ruang
operasi.
D. AKTIVITAS KEPERAWATAN SECARA UMUM
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu :
a. Safety Management
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Safety Management
Tindakan
ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur
pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya
adalah :
1. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien
bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan memudahkan
pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi
berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien
ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan
ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah:
a. Daerah operasi
b. Usia
c. Berat badan pasien
d. Tipe anastesi
e. Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan pergerakan, seperti artritis.
Posisi
yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak
melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah
atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi :
a. Kesejajaran fungsional
Maksudnya
adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang
berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
• Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
• Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
•
Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering
digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
•
Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya
digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan
rectal seperti : Hemmoiroidektomy
• Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul. .
b. Pemajanan area pembedahan
-Pemajanan
daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan
pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat
mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus
dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses
pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan
memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.
4.
Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti :
cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
1. Melakukan balance cairan
Penghitungan
balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan
yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian
melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya
dengan pemberian cairan infus.
2. Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun
kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat
apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan
meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen,
perdarahan dll.
3. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan
tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien
masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan
intervensi secepatnya.
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien? kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
1. Memanage keamanan fisik pasien
2. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
D. TIM OPERASI
Setelah
kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar
operasi, maka sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat
dalam operasi. Anggota tim operasi secara umum dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu anggota tim steril dan anggota tim non steril. Berikut
adalah bagan anggota tim operasi.
Steril :
a. Ahli bedah
b. Asisten bedah
c. Perawat Instrumentator (Scub nurse)
Non Steril :
a. Ahli anastesi
b. Perawat anastesi
c. Circulating nurse
d. Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)
Surgical Team
Perawat steril bertugas :
a. Mempersiapkan pengadaan alat dan bahan yang diperlukan untuk operasi
b. Membatu ahli bedah dan asisten saat prosedur bedah berlangsung
c.
Membantu persiapan pelaksanaan alat yang dibutuhkan seperti jatrum,
pisau bedah, kassa dan instrumen yang dibutuhkan untuk operasi.
Perawat sirkuler bertugas :
a. Mengkaji, merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi aktivitas keperawatan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien.
b. Mempertahankan lingkungan yang aman dan nyaman
c. Menyiapkan bantuan kepada tiap anggota tim menurut kebutuhan.
d. Memelihara komunikasi antar anggota tim di ruang operasi.
e. Membantu mengatasi masalah yang terjadi.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada tahap intra operatif yang biasanya muncul adalah:
Resiko infeksi b.d prosedur invasif (luka incisi)
-Resiko
injury b,d kondisi lingkungan eksternal misal struktrur lingkungan,
pemajanan peralatan, instrumentasi dan penggunaan obat-obatan anastesi.
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi tindakan? keperawatan yang bisa dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional
Kesejahteraan
emosional pasien harus dijaga selama operasi. Sebelum dianastesi
perawat bertanggung jawab untuk membuat pasien nyaman dan tidak cemas.
Bila pasien sadar atau bangun selama prosedur pembedahan. Perawat
bertugas menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan, memberikan
dukungan psikologis dan menyakinkan pasien. Ketika pasien sadar dari
pengaruh anastesi, penjelasan dan pendidikan kesehatan perlu dilakukan.
Hal ini dilakukan terhadap semua pasien, terutama pada operasi dengan
sistem anastesi lokal maupun regional. Pemantauan kondisi pasien akan
mempengaruhi kondisi fisik dan kerja sama pasien.
2. Mengatur posisi yang sesuai untuk pasien
Posisi
yang sesuai diperlukan untuk memudahkan pembedahan dan juga untuk
menjamin keamanan fisiologis pasien. Posisi yang diberikan pada saat
pembedahan disesuaikan dengan kondisi pasien. Lihat keterangan di atas.
3. Mempertahankan keadaan asepsis selam pembedahan
Perawat
bertanggung jawab untuk mempertahankan keadaan asepsis selama operasi
berlangsung. Perawat bertanggung jawab terhadap kesterilan alat dan
bahan yang diperlukan dan juga bertanggung jawab terhdap seluruh anggota
tim operasi dalam menerapkan prinsip steril. Jika ada sesuatu yang
diangggap tidak steril menyentuh daerah steril, maka instrumen yang
terkontaminasi harus segera diganti.
4. Menjaga kestabilan temperatur pasien
Temperatur
di kamar operasi dipertahankan pada suhu standar kamar operasi dan
kelembapannya diatur untuk mengahmabat pertumbuhan bakteri. Pasien
biasanya merasa kedinginan di kamar operasi jika tidak diberik selimut
yang sesuai. Kehilangan panas pada pasien berasal dari kulit dan daerah
yang terbuka untuk dilakukan operasi. Ketika jaringan tidak tertutup
kulit akan terekspose oleh udara, sehingga terjadi kehiilangan panas
akan berlebihan. Pasien harus dijaga sehangat mungkin untuk meminimalkan
kehilangan panas tanpa menyebabkan vasodilatasi yang justru menyebabkan
bertambahnya perdarahan.
5. Memonitor terjadinya hipertermi malignan
Monitoring
kejadian hipertermi maligan diperlukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi berupa kerusakan sistem saraf pusat atau bahkan kematian.
Monitoring secara kontinu diperlukan untuk menentukan tindakan
pencegahan dan penanganan sedini mungkin sehingga tidak menimbulkan
komplikasi yang dapat merugikan pasien.
6. Membantu penutupan luka operasi
Langkah
terakhir dalam prosedur pembedahan adalah penutupan luka operasi.
Penutupan luka dilakukan lapis demi lapis dengan menggunakan benag yang
sesuai dengan jenis jaringan. Penutupan kulit menggunakan benang bedah
untuk mendekatkan tepi luka sampai dengan terjadi penyembuhan luka
operasi. Luka yang terkontaminasi dapat terbuka seluruhnya atau sebagian
saja. Ahli bedah memilih metode dan tipe jahitan atau penutupan luka
beedasarkan daerah operasi, ukuran dan dalamnya luka operasi serta usia
dan kondisi pasien. Setelah luka operasi dijahit kemudian dibalut dengan
kassa steril untuk mencegah kontaminasi luka, mengabsorpsi drainage,
dan membantu penutupan incisi. Jika penyembuhan luka terjadi tanpa
komplikasi, jahitan biasanya bisa dibuka setelah 7 sampai dengan 10 hari
tergantung letak lukanya.
7. Membantu drainage
Drain
ditempatkan pada luka operasi untuk mengalirkan darah, serum,debris dari
tempat operasi yang bila tidak dikeluarkan dapat memperlambat
penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya infeksi. Ada beberapa tipe
drain bedah yang dipilih berdasarkan ukuran luka. Perawat bertanggung
jawab mengkaji bahwa drain berfungsi dengan baik. Darain bisaasanya
dicabut bila produk drain sudah berkurang dalam jumlah yang signifikan.
Dan bentuk produk sudah serous, tidak dalam bentuk darah lagi.
8. Memindahkan pasien dari ruang opersai ke ruang pemulihan/ICU
Sesudah
operasi, tim operasi akan memberikan pasien pakain yang bersih,
kemudian memindahkan pasien dari meja operasi ke barankard. Selama
pembedahan ini tim operasi meghindari membawa pasien pasien tanpa
pakaian, karena disamping memalukan bagi pasien juga merupakan salah
satu predisposisi terrjadinya kehilangan panas, infeksi respirasi dan
shock, mencegah luka operasi terkontaminasi serta kenyamanan pasien.
Hindari juga memindahkan pasien dengan tiba-tiba dan perubahan posisi
yang terlalu sering yang merupakan predisposisi terjadinya hipotensi.
Perubahan posisi pada pasien harus dilakukan secara bertahap, misalnya
dari litotomi ke posisi horizontal kemudian kearah supinasi dan lateral.
Saat memindahkan pasien post operasi harus dilakukan ekstra hati-hati
dan mendapatkan bantuan yang adekuat dari staff. Sesudah memindahkan
pasien ke barnkard, pasien ditutup dengan selimut dan dipasang sabuk
pengaman. Pengaman tempat tidur (side rail) harus selalu dipasang untuk
keamanan pasien, karena pasien biasanya akan mengalami periode gelisah
saat dipindahkan dari ruang operasi.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi
selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama tindakan pembedahan.
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan
hipertermi malignan.
Hipotensi
Hipotensi yeng terjadi selama
pembedahan, biasanya dilakukan dengan pemberian obat-obatan tertentu
(hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang diinginkan untuk menurunkan
tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan
pada bagian yang dioperasi, sehingga menungkinkan operasi lebih cepat
dilakukan dengan jumlah perdarahan yang sedikit. Hipotensi yang
disengaja ini biasanya dilakukan melalui inhalasi atu suntikan medikasi
yang mempengaruhi sistem saraf simpatis dan otot polos perifer. Agen
anastetik inhalasi yang biasa digunakan adalah halotan.
Oleh karena
adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu kewaspadaan perawat untuk
selalu memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi
kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak muncul, dan
bila muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani
dengan penanganan yang adekuat.
Hipotermi
Hipotermia adalah
keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6 ? 37,5 oC).
Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai
akibat suhu rendah di kamar operasi (25 ? 26,6 oC), infus dengan cairan
yang dingin, inhalasi gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada
tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang
digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).
Pencegahan
yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan
adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal? (25 ? 26,6 oC)
jangan lebih rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi
dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus
segera diganti dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunaann topi
operasi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi.
Penatalaksanaan pencegahan hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat
periode intra operatif saja, namun juga sampai saat pasca operatif.
Hipertermi Malignan
Hipertermi
malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan
penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat
gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen
anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin)
dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen
anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan dilepaskan ke
membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi.? Secara normal,
tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium ke
dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi.
Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi
sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami
hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan
kerusakan sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas, maka
segera diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen, natrium bikarbonat dan
agen relaksan otot. lakukan juga monitoring terhadap kondisi pasien
meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.
KEPERAWATAN POST OPERATIF
_____________________________________________________________________________
A. PENDAHULUAN
Keperawatan
post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.
Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan
nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi
segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman
dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk
mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap
ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan
untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau
membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan post
operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
B. TAHAPAN ?KEPERAWATAN POST OPERATIF
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room)
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)
3. Transportasi pasien ke ruang rawat
4. Perawatan di ruang rawat
1. PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI KE RUANG PEMULIHAN
Pemindahan
pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca
anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah
letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah
harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif
dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan
setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut.
Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi
yang menyumbat drain dan selang drainase.
Hipotensi arteri yang
serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi
lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi
lateral ke posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah
dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga.
Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera
setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasin
yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti
dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan
transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas
lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah terjadi
resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan
keamanan dan kenyamanan pasien. Selang dan peralatan drainase harus
ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal.
Gambar 1. pasien di transportasikan dari kamar operasi
ke ruang pemulihan
Proses
transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat
anastesi dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
2. PERAWATAN POST ANASTESI DI RUANG PEMULIHAN (RECOVERY ROOM)
Setelah
selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang
pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak
mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke
ruang perawatan (bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak
berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk mempermudah
akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasca
operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat
monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring
yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu
pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan
bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction.
Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk
memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan
hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator,
kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan
medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain
alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan
pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses
bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan
kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang
infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis
dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya
dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan
adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik.
Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk
dikeluarkan dari PACU adalah :
Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
Mual dan muntah dalam kontrol
Nyeri minimal
Berikut di bawah adalah form pengkajian post anasteshia
RUANG PEMULIHAN POST ANASTESI
PENILAIAN
Nama : Nilai Akhir :
Ruangan : Ahli bedah/Anasteshia :
Tanggal : Perawat R.R :
Area pengkajian Score Saat penerimaan Setelah
1 jam 2 jam 3 jam
Respirasi : 2
Kemampuan nafas dalam dan batuk 1
Upaya bernafas terbatas (dsipneu)
Tidak adan upaya nafas spontan 0
Sirkulasi (tekanan sisteolik) 2
80 % dari pre anastesi 1
50 % dari pre anastesi 0
< 50 % dari pre anastesi
Tingkat Kesadaran : 2
Orientasi baik dan respon verbal positif 1
Terbangun ketika dipanggil namanya 0
Tidak ada respon
Warna kulit : 2
Warna dan penampilan kulit normal 1
Pucat, agak kehitaman, keputihan. Ikterik 0
Sianosis
Aktivitas : 2
Mampu menggerakkan semua ekstrimitas 1
Mampu menggerakkan hanya 2 ekstrimitas 0
Tak mampu mengontrol ektrimitas
Total
Keterangan :
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai pengkajian post anastesi > 7-8.
TUJUAN PERAWATAN PASIEN DI PACU adalah :
1. Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul
3. Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirukais darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan
pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin
saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi
vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan
obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus
diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan
harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi
akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban
bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6. Mempertahanakn kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien
post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan
beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang
nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien,
diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi
terkait dengan agen pemblok nyerinya.
Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anastesi di ruang PACU adalah :
1. Jenis pembedahan
Jenis
pembedahan yang berbeda tentunya akan berakibat pada jenis perawatan
post anastesi yang berbeda pula. Hal ini sangat terkait dengan jenis
posisi yang akan diberikan pada pasien.?
2. Jenis anastesi
Perlu
diperhatikan tentang jenis anastesi yang diberikan, karena hal ini
penting untuk pemberian posisi kepada pasien post operasi. Pada pasien
dengan anastesi spinal maka posisi kepala harus agak ditinggikan untuk
mencegah depresi otot-otot pernafasan oleh obat-obatan anastesi,
sedangkan untuk pasien dengan anastesi umum, maka pasien diposisika
supine dengan posisi kepala sejajar dengan tubuh.
3. Kondisi patologis klien
Kondisi
patologis klien sebelum operasi harus diperhatikan dengan baik untuk
memberikan informasi awal terkait dengan perawatan post anastesi.
Misalnya : pasien mempunyai riwayat hipertensi, maka jika pasca operasi
tekanan darahnya tinggi, tidak masalah jika pasien dipindahkan ke ruang
perawatan asalkan kondisinya stabil. Tidak perlu menunggu terlalu lama.
4. Jumlah perdarahan intra operatif
Penting
bagi perawata RR untuk mengetahui apa yang terjadi selama operasi
(dengan melihat laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang
terjadi. Karena dengan mengetahui jumlah perdarahan akan menentukan
transfusi yang diberikan.
5. Pemberian tranfusi selama operasi
Apakah
selama operasi pasien telah diberikan transfusi atau belum, jumlahnya
berapa dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien
masih layak untuk diberikan transfusi ulangan atau tidak.
6. Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi
Jumlah
dan jenis cairan operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan
dengan keluarannya. Keluaran urine yang terbatas < 30 ml/jam
kemungkinan menunjukkan gangguan pada fungsi ginjalnya.?
7. Komplikasi selama pembedahan
Komplikasi
yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi
malignan. Apakah ada faktor penyulit dan sebagainya.
3. TRANSPORTASI PASIEN KE RUANG RAWAT
Transportasi
pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan
mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer
pasien, pastikan score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi
pasien sudah cukup stabil. Waspadai hal-hal berikut : henti nafas,
vomitus, aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber daya manusia sampai dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan)
bukan
sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh
melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani
keadaan kegawatdaruratan yang mungkin terjadi sselama transportasi.
Perhatikan juga perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus
seimbang.
c. Eguipment (peralatan)
Peralatan yang dipersipkan
untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai selimut tambahan
untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan dalam
kondisi siap pakai.
d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah
operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya. Sehingga
hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan
posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan
kenyamanan pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih
jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra waspada
terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.
4. PERAWATAN DI RUANG RAWAT
Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
a.
Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage,
tube/selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung
monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan pertama yang
dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati
kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan
pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang
dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang
penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan
sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh
pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi dapat
berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan
kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya
tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
a. Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien (sebagai dokumentasi)
b. Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy :
1. Untuk perawat : pecegahan infeksi pada area stoma
2. Untuk klien : tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril (sudah disiapkan)
Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus mempertimbangkan 4 hal berikut:
1. Home care preparation
Memodifikasi
lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu kondisi klien. Contoh :
klien harus diatas kursi roda/pakai alat bantu jalan, buat agar lantai
rumah tidak licin. Kita harus juga memastikan ada yang merawat klien di
rumah.
2. Client/family education
Berikan edukasi tentang
kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang harus dilakukan atau
dihindari kepada keluarga klien, terutama orang yang merawat klien.
3. Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan interpersonal sosial dan aspek psikososial klien tetap terjaga.
4. Health care resources
Pastikan
bahwa klien atau keluarga mengetahui adanya pusat layanan kesehatan
yang terdekat dari rumah klien, seperti rumah sakit, puskesmas dan
lain-lain. Jadi jika dalam keadaan darurat bisa segera ada pertolongan.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul? pada saat pasca operasi
a. Impaired gas exchange r.t residual effect of anasthesia
b. Ineffective airway clearance r.t increased secretion
c. Pain r.t surgical incision and positioning during surgery
d. Impaired skin integerity r.t surgical woud, drains abd wound infection
e. Potensial injury r.t effect of anasthesia, sedation and immobility
f. Fluid volume deficit r.t fuid loss during surgery
g. Altered patterns of urinary elimation (decreased) r.t anasthesia agent and immobility
h. Activity intolerance r.t surgery and prolonged bed rest
i. Selfcare deficit r.t surgical wound, pain adn treatment regimen
j. Knowledge deficit r.t lack of information about treatment regimen
Masalah kolaboratif :
a. Perubahan perfusi jaringan sekunder terhadap hipovolemia dan vasikontriksi
b. Hipovolemia
c. PK : infeksi
d. Dan lain-lain
D. INTERVENSI KEPERWATAN
Secara umum intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien psot operasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Memastikan fungsi pernafasan yang optimal
2. Meningkatkan ekspansi paru
3. Menghilangkan ketidaknyamanan pasca operatif : nyeri
4. Menghilangkan kegelisahan
5.menghilangkan mual dan muntah
6. Menghilangakn distensi abdomen
7. Menghilangkan cegukan
8. Mempertahankan suhu tubuh normal
9. Menghindari cedera
10. Mempertahankan status nutrisi yang normal
11. Meningkantkan fungsi urinarious yang normal
12. Meningkatkan eliminasi usus
13.Pengaturan posisi
14. Ambulasi
15.Latihan di tempat tidur
E. KOMPLIKASI POST OPERASI
1. Syok
Syok
yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik, syok
nerogenik jarang terjadi. Tanda-tanda syok secara klasik adalah sebagai
berikut :
Pucat
Kulit dingin, basah
Pernafasan cepat
Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
Nadi cepat, lemah dan bergetar
Penurunan tekanan darah
Urine pekat
Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter
terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat,
penggantian cairan per IV dan juga terapi pernafasan. Terapi obat yang
diberikan meliputi obat-obatan kardiotonik (natrium sitroprusid),
diuretik, vasodilator dan steroid. Cairan yang digunakan adalah cairan
kristaloid sperti ringer laktat dan koloid seperti terapi komponen
darah, albumin, plasma. Terapi pernafasan dilakukan dengan memantau gas
darah arteri, fungsi pulmonal dan juga pemberian oksigen melalui
intubasi atau nasal kanul.
Intervensi mandiri keperawatan meliputi :
Dukungan psikologis,
Pembatasan penggunaan energi,
Pemantauan reaksi pasien terhadap pengobatan
Peningkatan periode istirahat.
Pencegahan hipotermi dengan menjaga tubuh pasien agar tetap hangat karena hipotermi mngurangi oksigenasi jaringan
Melakukan
perubahan posisi pasien tiap 2 jam dan mendorong pasien untuk melakukan
nafas dalam untuk meningkatkan fungsi optimal paru
Pencegahan komplikasi dengan memonitor pasien secara ketat selama 24 jam. Seperti edema perifer dan edema pulmonal.
2. Perdarahan
Penatalaksanaan
perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi
terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari
tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus.
Penyebab
perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi
terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa steril dan balutan
yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi
ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi
pasien.
3. Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda
adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena bagian dalam.
Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan
sindrom pasca flebitis.
4. Retensi urin
Retensi urine paling
sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan vagina. Atau
juga setelah herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah.
Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
5. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi
luka psot operasi seperti dehiseinsi dan sebaginya dapat terjadi karena
adanya kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat
perawatan di ruang perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan
dengan pemberian antibiotik sesuai indikasi dan juga perawatan luka
dengan prinsip steril.
6. Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi
serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak. Sepsis dapat
menyebabkan kematian bagi pasien karena dapat menyebabkan kegagalan
multi organ.
7. Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi
karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang terlepas dari
tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa
menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri
seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi
keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi
resiko embolus pulmonal.
8. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi
pada gastrointestinal paling sering terjadi pada pasien yang mengalami
pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi
intestinal, nyeri dan juga distensi abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Christantie, 2002, Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti, 2005, Kiat Sukses menghadapi Operasi, Sahabat Setia, Yogyakarta.
Shodiq, Abror, 2004, Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong, 1998, Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi, EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah:? Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta
Wibowo, Soetamto, dkk, 2001, Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University Press, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar